Minggu, 15 Juni 2008

Tata…. Ini Dunia Kita

Hari ini pertama kalinya aku mendengar suara itu. Suara yang sudah lama aku idam-idamkan tuk dapat membalas nada yang lembut, dalam, berat tapi agak sayu, dengan suara ku yang nyleneh dan agak berat juga ini. Tanpa ada kata pembuka yang penuh bualan dan basa basi, seakan sudah lama saja kami mendambakan untuk dapat berkeluh kesah dan mulai intim, kami lagsung memulai bicara dengan bahasan yang lumayan mengasyikkan bagiku. Kami bicara tentang sepenggal hidup, materi, aturan, dan penutup yang manis cinta.

Hidup

Ternyata g’ jauh beda hidup yang kami rasa tentang gejolak jiwa kami yang seakan merasa dikucilkan oleh mereka yang kadang menganggap kami terlau “aneh” dan menikmati dunia kami sendiri tanpa perduli pada mereka. Ataukah kami yang terlalu depresi dan tak mau membuka diri hingga menganggap diri kami yang paling menderita ???.

Dibalik kesamaan ini pun ternyata kami juga tetap ada beda. Dia menganggap hidup adalah takdir yang sudah ditetapkan oleh –Nya. Perihal lika-liku masalah yang di hadapi manusia hanyalah ujian. Bagi mereka yang mampu melaluinya maka manusia beranjak ketingkatan yang lebih dewasa dan bagi mereka yang gagal maka mereka belum dapat mencapai tingkatan yang lebih dewasa. lika-liku itu adalah jalan dimana akan mencapai satu titik tujuan yaitu takdir yang sudah ditentukan oleh yang diatas. Maka mereka wajib bersyukur atas apa yang diterimanya.

Aku sendiri menganggap takdir itu adalah omong kosong, hidup adalah pilihan, aku lebih setuju dengan kata-kata itu. Dimana manusia ini ada dengan segala ukuran kecerdasan, masalah, sikap, perbuatan dan tingkah-lakunya, hingga mempengaruhi pilihan mereka terhadap sesuatu apapun hingga sampai pada titik dimana dia harus memilih lagi untuk menjalani pilihannya dengan segala konsekuensi. Maka manusia berhak untuk jadi apapun sesuai dengan pilihan dan segala pertimbangan logika mereka. Manusia adalah mahkluk yang jauh lebih rumit dari apapun dan bukan robot yang bergerak secara mekanis. Maka mereka wajib bersyukur atas kebebasannya.

Materi

Terkadang kami merasa iri dengan apa yang dimiliki oleh orang lain yang notabennya mereka lebih kaya. Masalah mereka serasa cepat saja selesai, asal ada yang namanya uang. Terkadang kami ingin juga membeli sepatu yang mahal itu tetapi apa daya uang pun jadi kambing hitamnya. Ingin kami dilahirkan atau berpindah tempat dengan mereka. Kami yang harus merasakan peliknya dunia dan kalkulasi ekonomi untuk hari ini, untuk dapat bersekolah atau merasa sama didepan mereka. Apakah ini yang namanya takdir ???

Tetapi kami juga mengerti uang bukan segalanya tuk dapat mencari pengakuan, uang juga bukan segalanya untuk dapat mengembangkan diri berusaha menjadi apa yang kita suka. Dia juga bercerita “mungkin aku akan bahagia kalau memakai sepatu itu. Saat itu juga aku melihat seorang perempuan tanpa kaki tersenyum dengan tulusnya, senyum… senyum itu… senyum itu juga senyum bahagia. Alih-alih memakai sepatu berdiri saja dia tidak bisa.”

“kali ini kita sama”

Aturan

Aturan hanya menggiring kita untuk beranggapan bahwa yang baik itu adalah yang tidak melanggar aturan. Sehingga sesuatu yang baik adalah sesuatu yang dianggap baik oleh orang kebanyakan. Apakah yang dianggap baik oleh orang sedikit belum tentu baik ??? apakah semuanya harus sama ??

Dia bercerita “aku ini sering terlambat masuk kelas, jadi sering diusir dosen. Tapi apa salah, aku yang sudah berlari menaiki tangga, sudah berniat ingin menuntut ilmu harus diusir atas niat baikku itu ?? padahal banyak manusia juga dikelas itu yang hanya tiduran, mereka tidak berniat menuntut ilmu, mereka hanya mematuhi aturan. Dosen berhak memberikan dan mangajarkan dan kita juga berhak atas ilmu yang ingin kita pelajari. Aaarrrrgggghhhh membosankan !!!”

Aku yang setuju langsung menimpali “ aku juga, sering aktif dikelas dan aku rasa aku juga cukup menguasai materi yang diberikan, lebih dikit malah. Tapi kenapa kok orang-orang yang hanya diam….diam…dan diam dikelas dan kalau ada presentasi mereka juga masih amburadul dalam penguasaan materi, duduk angkuh seperti robot yang sudah diprogram untuk hanya menerima tanpa mengkritisi, mendapatkan nilai yang lebih dari aku. Padahal aku rasa aku juga siap kalau diadu head to head dengan mereka masalah penguasaan,penjelasan dan pengaplikasian ilmu”.

Dengan semangat dia juga bercerita tentang malasnya dia masuk kuliah hanya dikarenakan dosennya yang menjelaskan materi ngalor-ngidul tak jelas sehingga point yang akan disampaikan malah kabur. Tapi dalam perenunganku mungkin ini hanya alasan pembenaran kami akan kekurangan kami dalam belajar.

Cinta

Hah… akhirnya kami sampai juga kesesi yang sangat amat manis dalam menutup suatu obrolan malam hari. Cinta sesuatu yang “sexy” dilihat dari manapun tatap menarik, kata beberapa temanku.

Aku mulai sesi ini dari ungkapan “aku habis putus” ya.. putus dengan seseorang yang sudah lama aku suka, bukan hanya suka cinta malah. Sejak kelas satu SMA sampai sekarang. Walaupun SMA aku g’ pacaran sama dia tapi aku tahu kalau dia juga punya rasa ke aku, g’ tahu kenapa mungkin ini yang dinamakan intuisi, “ya..kan ta” setelah kuliah aku pernah berhubungan tapi ternyata harus dipisahkan jarak. Akhirnya aku putuskan untuk putus, karena aku ini orangnya g’ bisa terikat ketat. Setelah dia balik jogja aku mulai berhubungan lagi dengannya. Tepatnya tiga bulan yang lalu kami jadian tapi secara terbuka dia mengungkapkan ingin menjajaki hubungan dengan yang lain karena dia rasa yang lain itu lebih dariku, kecuali sifat yang belum terlalu dalam dia tahu dari yang lain itu, ungkapnya setelah dua bulan kemudian. Aku pun hanya meng iyakan…. tak boleh juga aku memaksa, pikirku. Aku memang cinta dia, tapi bukan berarti dia cinta aku. Dan aku pun belum bisa jujur tentang sesuatu yang ada dibelakangku yang mungkin bisa mempengaruhi kedepanku. Lima hari lalu dia memohon kembali padaku. “hah…memang aku ini barang second yang gampang dibeli dengan harga murah”. Aku akui, aku bukan hanya sayang dengannya, cinta melah. Tapi bukan berarti aku harus berkorban harga diri hanya untuk mendapatkannya, cinta bukan seperti itu. Cinta itu ketulusan membutuhkan bukan pelampiasan. Munafik memang, tapi inilah pilihan. “just let it go, my love”

Belum pantas aku tuk ungkapkan kisah cintanya tata disini. Mungkin suatu hari nanti dia akan ungkapkan kisahnya lewat cara lain. Yang jelas bukan disini. Tapi jujur aku sangat tertarik akan transformasi dia dari gadis yang setia dan loyal pada cintanya berubah menjadi gadis yang tegas dan tegar akan pilihannya terhadap cinta, kehidupan dan para laki-laki malang nan beruntung itu.

Aku harap kita bisa melanjutkan dunia kita dengan penuh penghargaan kepada sesama “ayo…bikin komunitas Asosial”

Jumat, 06 Juni 2008

Wajah Muram Mahasiswa

Wajah mahasiswa ideal menurut ku adalah mahasiswa yang mampu berfikir inovatif dan harmonis. Inovatif berarti mahasiswa harus mampu menciptakan sesuatu, bukan hanya mengikuti apa yang sudah ada. Sedangkan harmonis adalah mampu menyeimbangkan antara pencapaian nilai akademik dan peranannya sebagai "agen social of change".
Hal ini sering kali mudah untuk dikatakan dan dibayangkan, tetapi dalam kenyataannya banyak mahasiswa yang masih timpang dalam menjalankan porsinya. Bukan karena mereka tidak mengetahui hal ini, tetapi mereka tidak sadar akan pentingnya membangun idealisme pemuda yang kelak akan menjadi tulang punggung negara. Seharusnya mahasiswa mampu meningkatkan posisi tawar mereka terhadap pemerintahan maupun masyarakat.
Kuranggnya posisi tawar mahasiswa terhadap pemerintah dapat kita lihat pada minimnya peserta demonstrasi yang mengkritik suatu kebijakan pemerintah. Demonstrasi adalah suatu reaksi yang positif dalam usahanya untuk mengeluarkan pendapat dan sikap bahwa suatu kebijakan yang akan atau telah dibuat sudah keluar dari tujuan mencapai manfaat bersama. Hal ini sesungguhnya sangat mulia dan berani, tetapi pada kenyataannya demonstrasi yang terjadi saat ini seperti kehilangan taji bahkan terkesan sia-sia. Anggapan sia-sia inilah yang sering terlontar oleh sebagian besar mahasiswa bahkan masyarakat Indonesia. Kalau hal mulia seperti ini saja sulit diterima dan dijalankan oleh mahasiswa, kita bisa banyangkan betapa buruknya mental perubahan yang tertanam didalam alam fikir calon penerus bangsa kita. Sehingga berpengaruh buruk terhadap citra mahasiswa dimata masyarakat.
Mahasiswa sendiri sekarang lebih berorientasi pada nilai akademik mereka sebagai syarat tanggung jawab mereka kepada orangtua dan memasuki dunia kerja, suatu standarisasi keberhasilan pendidikan. mahasiswa dicetak untuk menjadi robot yang kelak akan mengisi bidang-bidang yang sudah tersedia. bukan berinovasi menjadi seperti Einstein II, Hatta II, Sukarno II, Syahrir II. Padahal kita tahu, mereka adalah sosok yang dikenang karena kecerdasan dan beberaniannya untuk merubah sehingga mendedikasikan hidup dan kecerdasannya untuk masyarakat.

kita perlu menghirup udara untuk bernafas
kita perlu menggerakan jari untuk menulis
ingat kita adalah sandaran
tengadahkan wajahmu wahai pemuda harapan bangsa
lihat suramnya masa depan kita, bangsa, dan dunia
retangkan tangan mulailah berpelukan
karena kita percaya
tidak akan ada progres jika tidak ada perubahan

Selasa, 03 Juni 2008

proletar egois

ada yang bilang demo adalah sesuatu kesia-siaan belaka.
sebuah tindakan yang bersifat mengkritisi sebuah kebijakan yang dinilai keliru. mereka mampu berbicara dan mengeluarkan pendapatnya. aku rasa itu lebih berarti dari pada hanya diam dan menurut.
ada yang bilang mereka mau demo kalau demonya seperti demo reformasi. reformasi tidak akan terjadi kalau mereka tak sadar dan bergerak bersama.
jadi jangan salahkan demo tapi salahkan lah dirimu sendiri yang tidak mau bergerak dan memberontak saat kamu ditindas. akuilah bahwa kamu takut wahai kaum proletar egois.