Kamis, 17 Januari 2008

WANITA DI BALIK MEJA

Seorang yang teduh, lembut, penuh sayang, malu-malu, perasa, pemaaf dan masih banyak lagi sifat yang dimiliki wanita dalam eksistensinya. Wanita sebagai perlawanan terhadap karisma, kehormatan, keangkuhan, dan keserakahan laki-laki. Dalam masa ini, semakin bergeser menjadi suatu bentuk lain yang dapat meleburkan sifat lawannya dan membentuk suatu kaum wanita baru yang tangguh, ulet, serta berdedikasi tinggi terhadap pekerjaan, Kita sedang berbicara tentang wanita karier.

Banyak wanita yang menduduki posisi penting dalam berbagai organisasi, jajaran top manajemen, pemerintahan dan berbagai unsur masyarakat. Hal ini menjadikan posisi gender tidak dapat memberikan batasan yang jelas kecuali dari perspektif kelamin. Emansipasi wanita, sebagai bentuk kejenuhan kaum hawa serta reaksi dari kediktatoran kaum adam, semakin menambah motivasi wanita untuk lepas dari belenggu suatu system gender yang memposisikan wanita sebagai objek dari berbagai predikat dan keterangan yang berpihak pada laki-laki sebagai subyek.

Seiring berjalannya waktu, manusia akan terus bergerak untuk memenuhi kebutuhan hidup yang meraka anggap layak. Motif ekonomi semakin mewarnai wanita dalam memenuhi kebutuhan hidupnya untuk bersaing di tengah esensi matrealistik global yang semakin menjadi tolak ukur untuk sebuah kesuksesan dan memperkuat eksistensi mereka.

Merupakan suatu hal yang sangat humanis bahwa seluruh Negara di Dunia memberikan kesempatan yang sama bagi pria maupun wanita dalam mengakses ilmu pengetahuan dan pendidikan. Hal ini sangat berbeda dengan masyarakat jaman dulu yang membatasi ruang lingkup wanita yang hanya sebatas pengetahuan rumah tangga dan etika. Akses ini memberikan jalan terang kepada seluruh wanita memulai berkarya dan mengembangkan diri.

Melihat membesarnya arus globalisasi, menimbulkan maraknya sex bebas. Di tinjau dari fenomena ini maka wanita lah yang paling dirugikan. Tak jarang mereka menjadi single parents sabagai konsekuensi dari sex bebas yang mereka budayakan. Dengan menjadi single parents mereka dituntut untuk dapat bekerja keras dan mempunyai kemampuan untuk dapat melukis masa depan anaknya.

Manusia dituntut berubah seiring dengan perputaran waktu dan insting dasar mereka untuk dapat bertahan hidup. Arus kebudayaan pun mulai bergeser kearah yang dinamis dan fleksibilitas pun dituntut untuk dapat mempertahankan warna mereka yang semakin pudar ditelan arus. Hal ini berpangaruh terhadap sikap wanita yang tidak lagi menjadikan sebuah kebudayaan sebagai batas, di dalam budaya rakyat Minagkabau yang menganut system matrilineal, budaya Jawa yang bipatrit atau pun budaya Batak yang bersistem patrilineal, tidak lagi menjadi pembatas bagi manusianya. Gender bukanlah sesuatu yang harus dilihat sebagai sebuah pembatasan tetapi kemampuan dan kualitas manusia lebih berperan penting terhadap pandangan kesuksesan. Tidak peduli wanita atau pria, tetapi pedulilah bahwa seseorang yang tidak mampu berubah akan termakan.


1 komentar:

Dhani Van Halen mengatakan...

Selamat atas blog anda........

Salam sukses selalu dari kompanyon anda yang satu ini.....